salam

Selasa, 9 Februari 2016

2. ILMU KALAM, ILMU AKIDAH, & ILMU TAUHID

A.    ILMU KALAM
  1. Pengertian
Kalam  menurut bahasa ialah ilmu yang membicarakan/membahas tentang masalah ke-Tuhanan/ketauhidan (meng-Esakan Tuhan), atau kalam menurut loghatnya ialah omongan atau perkataan.[1] Sedangkan menurut istilah Ilmu Kalam ialah sebagai berikut:
a.       Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan –alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepecayaan aliran golongan salaf dan ahli sunah
b.      Menurut Husain Tripoli, Ilmu Kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan agama Islam dengan bukti- bukti yang yakin
c.       Menurut Syekh Muhammad Abduh definisi Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz bagi-Nya dan tentang sifat-sifat yang ditiadakan dari-Nya dan juga tentang rasul-rasul Allah baik mengenai sifat wajib, jaiz dan mustahil dari mereka[2]
d.      Menurut Al-Farabi definisi Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam
e.       Menurut Musthafa Abdul Razak, Ilmu Kalam ialah ilmu yang berkaitan dengan akidah imani yang di bangun dengan argumentasi-argumentasi rasional[3]
  1. Asal- Usul Sebutan Ilmu Kalam
Ilmu ini di namakan Ilmu Kalam karena:
a.       Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan abad-abad permulaan hijrah ialah ”Firman Tuhan” (Kalam Allah) dan non-azalinya Qur’an (Khalq Al-Qur’an)
b.      Dasar Ilmu Kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil-dalil ini nampak jelas dalam pembicaraan-pembicaraan Mutakallimin. Mereka jarang-jarang kembali kepada dalil naql (Quran dan Hadits), kecuali sesudah menetapkan benarnya pokok persoalan lebih dahulu
c.       Karena cara pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam fisafat, maka pembuktian dalam soal-soal agama ini di namai Ilmu Kalam untuk membedakan dengan logika dalam fisafat
Ilmu Kalam juga dinamakan Ilmu Tauhid, tauhid ialah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya. Ilmu Kalam dinamakan Ilmu Tauhid, karena tujuannya ialah menetapkan keesaan Allah dalam Zat dan perbuatan-Nya dalam menjadikan alam semesta dan hanya Allah yang menjadi tempat tujuan terakhir alam ini.
Ilmu Kalam juga dinamakan Ilmu Aqaid atau Ilmu Ushuludin, karena persoalan kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraannya.[4]
Ilmu kalam menyerupai Ilmu Theologi, terdiri dari dua kata yaitu ”Theo” artinya ”Tuhan” dan ”Logos”  artinya ”Ilmu” jadi theologi bermakna ilmu tentang ketuhanan.
  1. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam
Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya Ilmu Kalam, diantaranya ada dua macam yaitu:
a.       Faktor-Faktor Dari Dalam
1)      Al-qur’an sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan memercayai kenabian dan hal-hal yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad saw., yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka dan membantah alasan-alasannya, antara lain:
a)      Golongan yang mengingkari agama dan adanya tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja (Q.S. Al-Jatsiyah (45): 24)
Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”
b)      Golongan -golongan syirik (Q.S. Al-Maidah (5): 116)
 “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?”. Isa menjawab: “Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib”.”
c)      Golongan-golongan kafir (Q.S. Al-Isra’ (17): 94)
 “Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali Perkataan mereka: “Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI?””
d)     Golongan -golongan munafik (Q.S. Ali Imran (3): 154)
“Kemudian setelah kamu berduka cita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. mereka Menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati.”
Tuhan membantah alasan-alasan mereka dan memerintahkan Nabi Muhammad untuk tetap menjalankan dakwahnya dengan cara yang halus, Firman Allah Q.S. An-Nahl (16): 125
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
2)      Adanya nas-nas yang kelihatannya saling bertentangan, sehingga datang orang- orang yang mengumpulkan ayat tersebut dan memfilsafatinya. Contohnya; adanya ayat-ayat yang menunjukkan adanya paksaan (jabr), (Q.S. Al-Baqarah(2): 6, Al-Muddsir(74):17
Soal-soal politik, contoh soal khilafat (pimpinan pemerintahan negara). Pergantian pemimpin umat sesudah  meninggalnya Rasulullah. Awalnya persoalan politik tidak mengusik persoalan agama, tapi setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Usman, kaum muslimin terpecah menjadi beberapa partai, yang masing-masing merasa sebagai pihak yang benar dan hanya calon dari padanya yang berhak menduduki pimpinan negara. Kemudian partai-partai itu menjadi partai agama dan mengemukakan dalil-dalil Agama untuk
membela pendiriannya. Dan selanjutnya perselisihan antara mereka menjadi perselisihan agama, dan berkisar pada persoalan  iman dan kafir.
Peristiwa terbunuhnya Usman menjadi titik yang jelas dari permulaan berlarut-larutnya perselisihan bahkan peperangan antara kaum muslimin. Sebab sejak saat itu, timbullah orang yang menilai dan menganalisa pembunuhan tersebut di samping menilai perbuatan Usman r.a., sewaktu hidupnya.menurut segolongan kecil, Usman r.a., salah bahkan kafir dan pembunuhnya berada di pihak yang benar, karena perbuatannya yang dianggap salah selama memegang khilafat. Sebaliknya pihak lain mengatakan bahwa pembunuhan atas Usman r.a. adalah kejahatan besar dan pembunuh-pembunuhnya adalah orang-orang kafir, karena Usman adalah khalifah yang sah dan salah seorang prajurit Islam yang setia. Penilaian yang saling bertentangan kemudian menjadi fitnah dan peperangan yang terjadi sewaktu Ali r.a memegang pemerintahan.
Dari sinilah mulai timbulnya persoalan besar yang selama ini banyak memenuhi buku-buku ke-Islaman, yaitu melakukan kejahatan besar, yang mula-mula dihubungkan dengan kejadian khusus, yaitu pembunuhan terhadap Usman r.a, kemudian berangsur-angsur manjadi persoalan yang umum, lepas dari siapa orangnya. Kemudian timbul soal-soal lainnya, seperti soal Iman dan hakikatnya, bertambah atau berkurangnya, soal Imamah dan lain-lain persoalan.
Kemudian soal dosa tersebut, dilanjutkan lagi, yaitu sumber kejahatan atau sumber perbuatan dilingkungan manusia. Karena dengan adanya penentuan sumber ini mudah diberikan vonis kepada pelakunya itu. Kalau manusia itu sendiri sumbernya, maka soalnya sudah jelas, akan tetapi kalau sumber sebenarnya Tuhan sendiri. Dan manusia itu sebagai pelakunya (alat), maka pemberian keputusan bahwa manusia itu berdosa atau kafir masih belum jelas. Timbullah golongan Jabbariyah yang mengatakan bahwa semua perbuatan itu dari Tuhan dan golongan Qodariyah yang mengatakan bahwa manusialah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas segala perbuatannya. Kemudian timbul pula  golongan-golongan lain, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, yang membicarakan persoalan tersebut (perbuatan manusia).
b.      Faktor-faktor lain yang datangnya dari luar
1)      Banyak di antara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula  beragama Yahudi, Masehi, dan lain-lain, bahkan diantara mereka ada yang pernah menjadi ulamanya. Setelah mereka tenang dari tekanan kaum muslimin mulailah mereka mengkaji lagi aqidah-aqidah agama mereka dan mengembangkan ke dalam Islam
2)      Golongan Islam yang dulu, terutama golongan Mu’tazilah, memusatkan perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan mereka yang memusuhi Islam, dengan cara mengetahui dengan sebaik-baiknya aqidah-aqidah mereka
3)      Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut, Mutakallimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat
Ilmu Kalam disebut sebagai ilmu yang berdiri sendiri yaitu pada masa Daulah Bani Abbasiyah di bawah pimpinan khalifah al-Makmun, yang dipelopori oleh dua orang tokoh Islam yaitu Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi

  1. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Pokok permasalahan Ilmu Kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu:
a.       Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya. Esensi ini dinamakan Qismul Ilahiyat. Masalah-masalah yang diperdebatkan yaitu:
1.      Sifat-sifat Tuhan, apakah memang ada Sifat Tuhan atau tidak. Masalah ini di perdebatkan oleh aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
2.      Qudrat dan Iradat Tuhan. Persoalan ini menimbulkan aliran Qadariyah dan Jabbariyah.
3.      Persoalan kemauan bebas manusia, masalah ini erat kaitannya dengan Qudrat dan Iradat Tuhan.
4.      Masalah Al-Qur’an,  apakah makhluk atau tidak dan apakah Al-Qur’an azali atau baharu.
b.      Qismul Nububiyah, hubungan yang memperhatikan antara Kholik dengan makhluk, dalam hal ini membicarakan tentang:
1.      Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan Tuhan melakukan pekerjaan tertentu yaitu Malaikat.
2.      Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya baik secara langsung maupun dengan perantara Malaikat.
3.      Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk menyampaikan ajarannya kepada manusia.
c.       Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang disebut  dengan Qismul Al-Sam’iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Kebangkitan manusia kembali di akhirat
2.      Hari perhitungan
3.      Persoalan shirat (jembatan)
4.      Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu surga atau neraka
d.      Ayat yang berkaitan dengan ruang lingkup Ilmu Kalam, Dalam surat al-Baqarah ayat 177 yang berbunyi:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa
Dan dalam hadits Rasulullah saw.:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .   [رواه مسلم]
Dari Umar Radhiallahu Anhu dia berkata : Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah saw., suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah saw.) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah saw.: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang Ihsan“. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata:  “Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau bersabda:  “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullahe) bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya ?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (Riwayat Muslim)

Dari ayat dan hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup Ilmu Kalam adalah Rukun Iman yang enam.
B.     AQIDAH
Aqidah berasal dari kata ”Aqad” yang berarti ”Pengikatan”. Akidah adalah apa yang diyakini seseorang. Jika dikatakan , ”dia mempunyai aqidah yang benar”, berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu. Adapun makna Akidah secara Syara’ adalah iman kepada Allah , para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, serta kepada qadar baik dan qadar buruk. Akidah yang benar adalah fundament bagi bangunan Agama serta merupakan syarat sahnya amal. Hal ini sebagaimana Firman Allah Q.S. Al-kahfi: 110 [5]
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
Ilmu Kalam disebut Ilmu Aqidah karena pokok pembicaraannya ialah pokok-pokok kepercayaan agama yang menjadi dasar agama Islam. Jadi Aqidah Ilmu Kalam ialah ilmu yang mempelajari ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil fikiran disertai dalil naqli.
C.    TAUHID
Menurut bahasa Tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata وحّد يوحّد artinya: keesaan sedangkan menurut istilah ialah sebagai berikut:
1.      Menurut Husain Affandi al-Jasr, Tauhid ialah ilmu yang membahas hal-hal menetapkan akidah agama dengan dalil yang meyakinkan[6]
2.      Menurut M Abduh, Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat wajib bagi-Nya sifat-sifat yang boleh dan yang tidak boleh disifati kepada-Nya. Di samping itu Ilmu Tauhid juga menyikapi Rasul-rasul Allah guna menetapkan risalah mereka, yang boleh mereka nasabkan dan apa yang dilarang atas mereka[7]
3.      Prof. M. Tharir A Muin, Ilmu Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, jaiz, dan mustahil bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, dan juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan adanya Zat yang mewujudkan[8]
4.      Ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol adalah tentang ke-Esaan Tuhan yang asas pokok agama Islam, sebagaimana yang berlaku terhadap agama yang benar yang telah di bawa oleh para rasul yang di utus Allah.[9]

D.    HUBUNGAN AQIDAH ILMU KALAM DENGAN ILMU KEISLAMAN LAINNYA
Hubungan Ilmu Kalam dengan ilmu lainnya ialah:
1.      Perbedaan dengan Ilmu Fiqh
Tauhid berkaitan dengan soal batin (aqidah dan kepercayaan) sedangkan fiqh bertautan dengan hukum perbuatan lahir (ahkam amaliyah) atau tauhid membicarakan soal-soal aqidah yaitu dasar-dasar agama, sedangkan fiqh membicarakan soal-soal furu’ yaitu yang bertalian dengan perbuatan.
2.      Perbedaan Tauhid dengan Tasawuf
Perbedaan keduanya meliputi metode dan objek pembicaraan yaitu Tauhid bercorak mewarnai aqidah-aqidah agama dengan rasio (akal pikiran), bahkan lebih condong untuk menkonstruksikannya di atas dasar akal pikiran, sedangkan Tasawuf Islam bertujuan merasai (mengenyam) aqidah dengan nurani, bukan dengan jalan memperbincangkannya menurut metode akal pikiran.
3.      Perbedaan Tauhid dengan Filsafat Islam
    1. Dalam Ilmu Kalam, Filsafat dijadikan alat untuk membenarkan ayat-ayat al-Qur’an, dalam Filsafat Islam ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan hasil-hasil Filsafat
    2. Dalam pembahasan Ilmu Kalam akal dibatasi dari pembahasan-pembahasan hal-hal yang sudah dimustahilkan membahasnya oleh al-Qur’an, sedangkan dalam Filsafat Islam akal diberi kebebasan untuk memikirkan segala sesuatu yang ada
4.      Titik Persamaan Ilmu Kalam dengan Filsafat dan Tasawuf
Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf mempunyai objek kemiripan. Objek Ilmu Kalam ketuhanan dan yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian Filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian Tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Argumentasi Filsafat sebagaimana Ilmu Kalam dibangun di atas dasar logika. Oleh karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimen). Baik Ilmu Kalam, Filsafat, maupun Tasawwuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran yang rasional.
5.      Titik Perbedaan Ilmu Kalam dengan Filsafat dan Tasawuf
Perbedaan diantara ketiga ilmu itu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam , sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai ketuhananya . Sebagian ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelana) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal tidak merasa terikat oleh ikatan apapun kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Adapun ilmu tasawwuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawwuf bersifat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya), teologi diantaranya berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang yang mempunyai rasio secara prima untuk mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian langsung. Adapun tasawwuf lebih peran sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh yang ingin dicarinya. Sebagian orang memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang tertentu . jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan yang terakhir adalah ilmu tasawwuf.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari uraian panjang lebar di atas dapa disimpilkan:
1.      Ilmu Kalam adalah ilmu yang mempelajari tentang ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan disertai dalil Naqli. Nama-nama Ilmu Kalam yaitu Ilmu Ushuluddin, Ilmu Tauhid, dan Teologi Islam. dan ruang lingkupnya adalah tentang meng-Esakan Tuhan yang diperkuat dengan dalil-dalil irasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang
2.      Sejarah munculnya Ilmu Kalam adalah ketika Rasulullah meninggal dunia dan peristiwa terbunuhnya Usman di mana antara golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar. dan sumber-sunber Ilmu Kalam adalah dalil naqli (al-Qur’an dan al-Hadits) dan dalil aqli (dalil fikiran)
3.      Faktor timbulnya Ilmu Kalam ada dua yaitu faktor intern dan ekstern.
4.      Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu ke-Islaman lainnya (filsafat dan tasawuf) mempunyai persamaan dan perbedaan



DAFTAR KEPUSTAKAAN

–          Dusar, Bakri. Tauhid dan Ilmu Kalam. IAIN IBP Press. Padang: 2001
–          Hanafi, Ahmad. Teologi Islam (Ilmu Kalam). Bulan Bintang. Jakarta: 2001
–          Abdul Razak, Mustafa. Tahmid Li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyah, Lajnah wa at-Thalif wa-Attarjamah wa Nasyir, 1959
–          Asmuni, M. Yusran. Ilmu Tauhid. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta: 1996
–          Jaya, Yahya , Teologi Agama Islam Klasik. Angkasa Raya. Padang : 2000
–          Muin, M. Tharir A Ikthtisar Ilmu Tauhid.  Yogyakarta
–          Ash-Shidieqy, Tengku M. Hasbi. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tauhid/kalam. PT. Pustaka Putra. Semarang :1999
–           Abduh, Muhammad. Risalah Tauhid. Bulan bintang. Jakarta.1965
–          Murni. Tauhid/Ilmu Kalam. Padang: 2007


BAB IV
AQIDAH ISLAM, POKOK DAN CABANG
 (ALAM DAN PROSES PENCIPTAANNYA, NABI DAN RASUL)

A.    Nabi dan Rasul
Beriman kepada Rasul-Rasul Allah merupakan rukun iman ke empat. Pengertian beriman kepada para nabi atau Rasul atau Nabi ialah meyakini atau mempercayai bahwa Allah telah memilih beberapa orang di antara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai utusan (Rasul) untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Allah berfirman : Qs. Yunus: 47
Kata Nabi berasal dari bahasa Arab “Naba” yang artinya pemberitahuan yang besar faedahnya, yang menyebabkan orang mengetahui sesuatu. Adapun menurut istilah, Nabi ialah orang yang diberi informasi oleh Allah tentang ke-Esaan-Nya dan dibukakan kepadanya rahasia zaman yang akan datang, dan diberi tahu ia adalah utusan-Nya.
Para ulama membedakan antara Nabi dan Rasul. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu untuk dirinya sendiri tanpa berkewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat. Sedangkan Rasul adalah seseorang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk dirinya dan di bebani tugas untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya[10].
Nabi juga disebut Rasul yang artinya utusan. Karena Nabi itu mempunyai dua kesanggupan yaitu menerima perintah dari Allah, dan Ia menyampaikan risalah itu kepada manusia, yang pertama Ia disebut nabi, dan yang kedua ia disebut Rasul. Tetapi kata rasul mempunyai arti yang lebih luas, sebab menurut makna aslinya dapat diterapkan pada sembarang utusan, dan para Malaikat juga disebut rasul, karena mereka juga mengemban risalah Tuhan untuk menyamakan kehendak-Nya.
Nabi yang diutus Allah sebelum Nabi Muhammad SAW, mempunyai tugas terbatas. Mereka hanya membimbing bangsa atau kaumnya untuk waktu dan wilayah tertentu, sedangkan Nabi Muhammad SAW. Diutus untuk seluruh umat manusia , tanpa batas wilayah dan tak terbatas oleh waktu sampai hari kiamat.
Rasul adalah manusia yang dipilih oleh Allah dari keturunan yang mulia, mereka mengemban tugas-tugas yang istimewa yaitu sebagai duta besar Allah dan makhluk berakal (manusia).kepada Rasul itu diperintahkan oleh Allah menyampaikan pelajaran dan hukum-hukum kepada umatnya baik yang berkenaan perbuatan yang mulia yang harus dikerjakan maupun perbuatan-perbuatan yang buruk yang dilarang melakukannya.
Sebagai pedoman Allah menurunkan kepada Rasul itu kitab suci yang mengandung perintah-perintah dan pengajaran-pengajaran yang harus disampaikan, dan berisi norma-norma dan hukum-hukum yang dipandang baik oleh Allah bagi keselamatan hamba-Nya.
Seorang nabi bukan saja mengemban amanat Illahi, melainkan ia harus pula menunjukkan bagaimana mempraktekkan amanat itu dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu nabi adalah contoh atau suri teladan yang harus di ikuti. Justru itu Rasul dikaruniai ketinggian fitrah kejadian itu mempunyai sifat-sifat yang utama seperti sehat akal, amanah dalam menyampaikan apa yang diperintahkan, benar dalam segala pembicaraannya dan terpelihara dari segala perangai yang jelek. Anggota badan mereka bersih dari cacat yang tidak sedap dipandang mata yang menyebabkan orang menjauhkan diri dari padanya. Roh mereka mempunyai nilai yang lebih tinggi di sisi Tuhan yang tidak mungkin ditandingi oleh roh manusia biasa. Adapun di bidang lain mereka sama sebagaimana manusia biasa, seperti makan, minum, tidur, kawin dan sakit.
Mereka diutus oleh Allah untuk mengajarkan tauhid, meluruskan akidah, membimbing cara beribadah dan memperbaiki akhlak manusia yang rusak. Di samping itu para Rasul didukung oleh kekuatan Tuhan yakni mu’jizat sesuatu yang tidak bisa diselami oleh akal dan di luar kemampuan manusia. Mu’jizat ini menjadi bukti atas kebenaran dakwah nya. Beriman kepada para utusan (Rasul) cukup secara global (ijmali), dan yang wajib diketahui ada 25 Rasul.
Masalah yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan Rasul adalah mengenai jumlahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari sejumlah itu yang menjadi Rasul ada 313 orang.
  1. Kebutuhan Manusia Kepada Rasul
Persoalan ini telah merupakan pertentangan paham di antara para sarjana.dalam masalah ini Muhammad Abduh dalam risalah Tauhidnya mengemukakan ada dua hal:
1.      Dimulai  dari kepercayaan tentang kekalnya roh sesudah mati.
2.      Tabiat manusia sendiri hidup secara berkelompok
a.      Kepercayaan Tentang Kekalnya Roh Sesudah Mati
Manusia sepakat tentang kekelnya Roh, tetapi mereka berbeda pendapat tentang : Menggambarkan tentang kekalnya roh, kemana perginya roh, dan jalan-jalan untuk membuktikannya. Ada yang mengatakan bahwa roh itu berpindah ke tubuh manusia/hewan, dan ada pula yang mengatakan kembali ke alam rohani yang bebas dari pengaruh materi. Di samping itu ada yang berpendapat bahwa roh itu segera menggabungkan diri dengan zat yang sangat halus (ether).
Perasaan itulah yang menggerakkan segala roh untuk merasakan kehidupan yang baqa lagi abadi dan mengenangkan bagaimana keadaannya bila ia telah sampai ke sana, bagaimana caranya mendapat petunjuk tentang itu dan manakah jalan yang harus dilaluinya. Namun diri mereka tidak diberi kekuatan untuk menembus rahasia apa-apa yang telah tersedia baginya dalam kehidupan di sana dan situasi-situasi yang akan ditemuinya. Maka merupakan hikmah kebijaksanaan Tuhanlah mengangkat orang-orang yang dipilihnya sendiri sebagai penghubung dua alam dunia dan akhirat. Mereka menerima perintah dari Allah untuk menerangkan:
  • Kebesaran Ilahi
  • Menerangkan kedaan yang menyangkut dengan sifat-sifat Allah,supaya menjadi kepercayaan yang merupakan sumber kebahagiaan di akhirat nanti
  • Tentang hal Ikhwal akhirat
  • Menyampaikan Syari’at-syari’at umum untuk mengatur diri mereka
  • Mengajarkan kerja-kerja yang membawa bahagia dan celaka kelak di alam ghaib.
b.      Tabi’at Manusia Sendiri Hidup Secara Berkelompok
Manusia sama halnya dengan bermacam-macam jenis makhluk lainnya, yang menurut naluri/tabi’atnya adalah hidup berkelompok. Tiap-tiap kelompok bekerja untuk kepentingan semua dalam mempertahankan kebaqaan hidupnya. Masing-masing mereka saling butuh membutuhkan. Manusia tidak bisa hidup kecuali dengan melalui masyarakat. Untuk itu rasa kasih sayang dalam masyarakat itu harus dibina.
Dalam hidupnya manusia mempunyai keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan untuk mencapai kelezatan/kesenangan hidup. Kelezatan itu adakalanya bersifat jasmaniah dan adakalanya bersifat rohaniah.
Dalam mencapai kelezatan itu ada manusia menempuh jalan yang baik yaitu dengan berusaha secara wajar dan ada pula mencarinya dengan jalan yang tidak wajar.
Oleh karena itu untuk mempertahankan jenisnya dalam memelihara kebaqaannya perlulah umat manusia membina kasih sayang atau yang seumpamanya. Perlu adanya keadilan, memelihara hak dan kehormatan pribadi, serta undang-undang atau peraturan untuk menjamin tata tertib urusan manusia dalam segala bidang.
Semua manusia merasa dalam dirinya bahwa ia dikuasai oleh suatu kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan dirinya sendiri maupun dari kekuatan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Perasaan itu mendorong manusia untuk mengetahui kekuatan yang maha besar itu. Bermacam-macam anggapan dan dugaan manusia tentang kekuatan Yang Maha Tinggi itu. Namun rahasia kebesaran Tuhan itu sukar di selami oleh akal manusia, sehingga ia tidak bisa mengelakkan dirinya dari kebingungan. Karena kelemahan itu manusia butuh kepada pengajaran dan pimpinan dari luar dirinya sendiri. Maka Tuhan menjadikan di antara kalangan manusia itu sendiri para pemimpin yang akan memberikan pimpinan dan petunjuk.
  1. Fungsi Para Rasul
Nilai kedudukan para Rasul di antara bangsa-bangsa tak ubahnya seperti pentingnya akal pada setiap orang. Diutusnya mereka merupakan kebutuhan yang primer di antara banyak kebutuhan akal manusia dan merupakan suatu nikmat yang diberikan Tuhan kepada manusia. Kebutuhan itu adalah kebutuhan rohaniyah dan segala apa yang bersangkut paut dengan perasaan. Untuk menjelaskan secara terperinci segala seluk beluk mengenai kehidupan manusia sehari-hari, dan untuk mengajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan keduniaan bukanlah termasuk bidang tugas para Rasul, kecuali memberi garis besar yang umum saja.
Sedangkan yang menjadi bidang tugas para Rasul itu adalah :
a.       Membimbing akal untuk mengenal Allah dan mengenal sifat-sifat ke-Tuhanan yang wajib diketahui oleh manusia.
b.      Rasul-rasul itu menyatukan kepercayaan manusia untuk mengabdi hanya kepada satu Tuhan dan meratakan jalan antara manusia dan Tuhannya.
c.       Mereka mengajak manusia kembali kepada hidup rukun, dan melatih diri untuk menanamkan rasa cinta kasih.
d.      Meletakkan batas-batas larangan umum menurut yang diperintahkan Allah bagi umat manusia.
e.       Para Rasul mensyari’atkan kepada manusia supaya membentuk diri mereka dengan sifat-sifat utama seperti : benar, amanah, menepati janji, dan sebagainya.

B.     Alam dan Proses Penciptaannya
  1. Menurut kalangan Filosof
Adapun Penciptaan Alam menurut para filosof Islam :
  • Al-Farabi
Permasalahan yang muncul dalam kajian penciptaan alam ialah, apakah alam muncul langsung dari Tuhan atau tidak, kemudian apakah alam diciptakan dari tiada atau dari sesuatu yang ada. Menurut Al-Farabi, alam berasal dari Tuhan, namun melalui beberapa tahapan. Karena alam berasal dari Tuhan, maka alam diciptakan bukan dari tiada (al-maujudu minal ma’dum / creatio ex nihilio), melainkan dari suatu potensi (esensi) yang sudah ada, langsung dari Tuhan. Rumusan kedua ini tertuang dalam teori emanasi (hazriyat al-faydh)
Rumusannya :
Tuhan sebagai Akal berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikirannya ini timbul satu wujud lain, yaitu akal pertama (first intellegence, atau wujud kedua. Akal pertama ini, karena ia berasal dari Tuhan yang esa, tanpa materi
(جوهر غير متجسم أصلا ولا مدة)
Kemudian akal pertama (wujud kedua)memikirkan Tuhan, lalu muncul akal ketiga. Akal ketiga memikirkan ketiga akal kedua, muncul akal keempat. Demikian seterusnya, sampai muncul akal yang kesepuluh. Setiap akal mempunyai wujud dan jiwanya masing-masing, sampai pada akal 10 (yang digelar sebagai an-nafs al-kull / jiwa universal). Dari akal 10 inilah terjadinya alam semesta termasuk manusia.
  • Ikhwanus Shafa
Al-farabi mengajukan teori emanasi (al-faydh), yaitu alam semesta memancar dari kesempurnaan wujud Allah. Akan tetapi bagi Ikhwanus Shafa menggunakan istilah lain yang disebut dengan “al-shudur”. Al-shudur pada prinsipnya mengetengahkan proses penciptaan alam melalui delapan tingkatan. Kedelapan fase tersebut :
–    Akal fa’al / akal kulli,Merupakan akal tertinggi, karena dia mampu berhubungan langsung dengan Allah, akal fa’al memiliki hubungan yang erat dengan Allah, disamping karena kemampuannya berhubungan dengan Allah, ia juga manifestasi dari Allah.
–    An-nafs al-kulliyah / Jiwa Universal, artinya inti dari jiwa seluruh alam semesta. Dari an-nafs al-kulliyah ini kehidupan, yaitu kehidupan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
–    Al-hayula al-ula, yaitu materi pertama. Ketika jiwanya sudah tersedia, lalu muncul materi pertama, sebagai bahan dari segala alam materi. Hayula al-ula ini menjadi bahan dasar fisik dari benda-benda (ma’adin), termasuk tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
–    Al-thabi’ah al-fa’ilah, yaitu sifat-sifat natur yang melekat pada aflak dan unsur-unsur yang empat. Sifat natur itu seperti adanya api panas,dingin es dan lain sebagainya.
–    Jisim muthlaq, yaitu benda muthlaq yang riil sebagai perwujudan baru dari al-hayula al-ula.
–    Aflak, yaitu benda-benda angkasa yang sudah riil, sebagai perwujudan baru dari benda mutlak.
–    Al-anasir, yaitu unsur-unsur alam semesta seperti air, api, tanah dan angin.
–    Ma’adin (mineral), hayawanat (tumbuhan), insan( manusia) dan Nabatat (tumbuhan).



  1. Menurut Kalangan Ilmuwan
Menurut sudut pandang ilmiah ada beberapa teori tentang penciptaan alam, namun di sini pemakalah hanya memaparkan 2 teori :
o Teori Keadaan Tetap dan Teori Ekspansi dan Kontraksi
Teori ini berpendapat bahwa alam semesta tidak berawal dan tidak berakhir
o Teori Big Bang
Menurut teori ini alam semesta berasal dari masa yang sangat padat sekali, karena begitu padat, reaksi inti masa tersebut meledak. Masa yang meledak tersebut berserakan, mengambang dengan cepat menjauhi pusat ledakan, sehingga terbentuklah alam semesta. Adapun isi dari alam semesta tersebut adalah materi-materi hasil ledakan tadi. Setelah berjuta-juta tahun, masa yang berserakan itu berbentuk kelompok-kelompok. Kenyataan ini yang dikemukakan teori Big Bang, sekali lagi telah dinyatakan dalam Al-Quran empat belas abad yang lalu saat manusia memiliki kemampuan terbatas tentang alam semesta :
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya pada langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya (QS Al Anbiyaa 30)”
Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain. Mengembangnya alam semesta adalah salah satu bukti terpenting yang ditunjukkan alam semesta yang diciptakan dari ketiadaan. Big Bang merupakan petunjuk nyata bahwa alam semesta telah diciptakan dari ketiadaan, dengan kata lain ia telah diciptakan Allah SWT.
  1. Menurut Kalangan Mutakallimin
Alam adalah segala sesuatu selain Allah. Berawal (hadis) atau tidak berawal (qadîm) nya alam, tergantung dari terbatas (mutanahi) atau tidak terbatas (ghair al-mutanahi) nya bagian yang melengkapi alam. Jika bagian yang melengkapi alam sampai pada batas tertentu (had mu’ayyan), maka batas paling akhir dari bagian tersebut itulah yang dinamakan al-jawhar al-fard (atom). Dengan kata lain al-jawhar al-fard adalah batas maksimal suatu pembagian. Disini para mutakallimîn sekaligus merobohkan argumen filsuf yang berasumsi alam itu qadîm (tak berawal). Para Mutakallimin  mengatakan : jism (corpuscle) yang dalam hal ini merupakan bagian dari alam, pada prakteknya ada keterpautan antara satu dengan yang lain. Karena secara kasat mata, misalnya, gajah berbeda dengan semut. Jika tidak terbatas (ghair almutanahi) sebagaimana asumsi para filsuf, maka tidak ada bedanya antara gajah dan semut. Padahal komponen yang tersusun dalam tubuh keduanya berbeda. Dan hal tersebut mustahil.
Jika sudah terbukti bahwa alam (segala sesuatu selain Allah) hadis (berawal), maka sebuah keniscayaan membutuhkan pada muhdis (pencipta). Karena hadis tarjih al-wujud ‘ala al-‘adam. Dalam arti, “wujud”nya alam karena mengalahkan kemungkinan “tidak ada”(‘adam). Sehingga mengharuskan ada kekuatan dari luar yang menjadikan alam tersebut ada dengan mengalahkan kemungkinan “tidak ada”. Sebagaimana seorang penulis bisa menjadikan ada dan tidak adanya sebuah tulisan. Adanya keinginan (menjadikan atau tidaknya sesuatu) tersebut itulah yang dalam istilah ilmu kalam dinamakan al-iradah
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad, Tauhid Ilmu Kalam,1998, Bandung : CV. Pustaka Setia
Aly, Abdullah dan Eny Rahma, 2008. Ilmu Alamiah Dasar, Bumi Aksara:Jakarta.
Nasution, Hasan Bakti, 2001. Filsafat Umum, Gaya Media Pratama : Jakarta
Sari, Milya, 2004. Diktat Ilmu Alamiah Dasar, Padang

[1]. Drs. H. Bakri Dusar. Tauhid dan ilmu kalam. Hal: 3
[2] . Muhammad Abduh. Risalah Tauhid. Bulan bintang. Jakarta.1965. Hal:25
[3]  Mustafa Abd. Razak. Tahmid li tarikh al-fasafah al-islamiyah, lajnah wa at-thalif wa-attarjamah wa nasyir, 1959. hal: 265
[4] . Ahmad Hanafi. Teologi islam (ilmu kalam). Hal: 4-5
[5] Shalih bin fauzan bin abdullah bin fauzan. At tauhid lish-shafil awwal al-’aliy.yayasan Al sofwa
[6] . Drs. H. M. Yusran Asmuni. Ilmu Tauhid.hal:3
[7] . prof. dr. Yahya Jaya , M.A. Teologi agama islam klasik. Hal:18
[8] . M. Tharir A. Muin. Ikthtisar ilmu tauhid.kita. yogyakarta.hal:1
[9] . Tengku M. Hasbi Ash shidieqy. Sejarah Dan Pengantar ILMU TAUHD/KALAM. Hal:1
[10]Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,1998, (Bandung : CV Pustaka Setia) hal : 134

1. ILMU KALAM, ILMU AKIDAH, & ILMU TAUHID

Ilmu Kalam Filsafat dan Tasawwuf 

Ilmu kalam Filsafat dan Tasawuf ,adalah tiga macam ilmu yang mempunyai   perbedaan yang hampir mirip dalam pengkajianya   .

*Objek kajian ilmu Kalam adalah ,ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan denganya.

*Objek kajian Filsafat adalah ,masalah ketuhanan juga disamping masalah alam ,manusia
dan segala sesuatu yang ada .

*Objek kajian ilmu tasawuf adalah “Tuhan” ,yaitu upaya-upaya pendekatan terhadapNya.

 poster tasawwuf
            Jadi dari aspek Objeknya ketiga Ilmu tsb sama-sama membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.Baik ilmu Kalam ,Filsafat dan Tasawuf .

Ilmu kalam dan metodenya mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan denganNya .Filsafat ,dengan wataknya mencari kebenaran, baik tentang Alam maupun manusia,ataupun tentang tuhan .Ilmu Tasawuf juga berusaha mecari kebenaran dengan perjalanan spiritual (rouhaniyah) menuju Allah s.w.t.

Perbezaan ilmu Kalam Falsafah Dan Tasawuf

Perbedaan antara ilmu Kalam , Filsafat dan tasawuf .terletak pada aspek metodologinya 

Ilmu Kalam
selain menggunakan argumentasi Naqliyah (Al-Qur’an dan Hadits) ,juga menggunakan metode Jadaliah (dialegtika) yang dikenal degan “Dialog keagamaan” .

sementara itu Ilmu Filsafat ,
adalah Ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran Rasional ,dan metode yang digunakan adalah metode rasional .tidak berkait dengan appun kecuali logika . suatu kebenaran yang diukur dengan kesesuaian yang ada dalam rasio dengan kenyataan yang sebenarnya.kebenaran ini yang dinamakan dengan kebenaran korespondensi .

sedangkan Ilmu Tasawuf
adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada Rasio , dan ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa ,ilmu Tasawuf bersifat sangat subjektif ,yakni sangat terkait dengan pengalaman seseorang .sebab itulah bahasa Taswuf terkadang tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio ,hal ini karena pengalaman rasa sangat sulit untuk dibahasakan .
Pengalaman rasa lebih mudah dirasakan langsung oleh orang yang ingin memperoleh kebenaranya dan mudah digambarkan dengan bahasa lambang , sehingga sangat interpretable (dapat di interpretasikan bermacam-macam) dan sebagian pakar mengatakan bahwa metode Tasawuf adalah Instuisi atau Ilham ,atau inspirasi yang datang dari Tuhan .dan kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran Hudhuri , yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri subjek sendiri .

Titik Singgung Antara Ilmu Kalam Dan Ilmu Tasawuf.

Ilmu Kalam 
sebagaimana telah disebutkan ,merupakan disiplin ilmu keislaman yang mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan .Persoalan-persoalan Kalam ini biasanya mengarah pada diskusi yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik secara Rasional (Aqliyah) maupun Naqliyah . Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir Filosofis .Sedangkan argumentasi Naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan Hadits .

Ilmu Kalam sering menempatkan dirinya pada kedua pendekatan ini (Aqli dan Naqli). Jika pembicaraan Ilmu Kalam ini hanya berkisar pada keyakian-keyakinan yang harus dipegang oleh Umat Islam ,tanpa argumentasi rasional ,maka ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah atau nama Ilmu Tauhid.

Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu Kalam ,terkesan tidak menyentuh Dzauq (rasa spiritual) . misalnya , Ilmu tauhid menerangkan Bahwa Allah mempunyai sifat Sama’ (mendengar) ,Bashar  (melihat) , Kalam (berbicara) ,Iradah (berkehendak) ,Qudrah (berkuasa) ,Hayat (hidup) ,dan sebagainya .namun ilmu Kalam atau ilmu Tauhid ,tidak mampu menjelaskan tentang ,bagaimana seorang hamba ,dapat merasakan langsung , bahwa Allah mendengar dan melihatnya , dan bagaimana juga seorang Hamba merasakan kenikmatan dan kekhusukan ketika membaca Al-Qur’an , Dan bagaimana seorang merasakan bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari Qudrah (Kekuasaan Allah) ?.

Pertanyaan-pertanyaan ini sulit terjawab ketika hanya melandaskan diri pada Ilmu tauhid atau Ilmu Kalam ,dan biasanya yang membicarakan tentang penghayatan hingga sampai pada penamaan kejiwaan manusia ,adalah ilmu Tasawuf.

Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai Aqidah dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawwuq ((bagaimana merasakan) tidak saja dalam permasalahan perkara-perkara yang sunnah atau sesuatu yang mustahab (dianjurkan) , justru akan  menemukan perkara-perkara yang diwajibkan .

Assunnah (Al-hadits) memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah Tadzawwuq ini ,hal ini tampak pada Hadits Rasulullah s.a.w. yang dikutip dari sahabat Said :
            ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا  (الحديث)
Artinya:
Akan mampu merasakan Iman kepada Allah s.w.t. ,orang yang ridha menjadikan Allah sebagai Tuhanya ,ridha menjadikan Islam sebagai agamanya ,dan ridha menjadikan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya .

Dan dalam Hadits yang lain Rasulullah s.a.w. pun pernah mengungkapkan :
            ثلا ثة من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان : أن يكون الله ورسوله احب اليه مما سواهما ،
ان يحب المرء لا يحبه الا لله ، ان يكره ان يعود الى الكفر كما يكره ان يقذف في النار .
Artinya :
Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang dapat merasakan manisnya Iman : Orang yang mencintai Allah dan Rasulnya melebihi kecintaanya pada apapun ,Orang yang mencintai Hamba karena Allah , dan Orang yang takut kembali pada kekufuran ,seperti ketakutanya untuk dimasukkan ke dalam neraka .

Pada ilmu Kalam ditemukan pembahasan Iman dan defenisinya ,kekufuran dan manifestasinya ,serta kemunafikan dan batasanya . Adapun didalam Ilmu Taswuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis ,untuk merasakan keyakinan dan ketenangan bathin serta usaha menyelamatkan diri dari kemunafikan .

Dalam kaitannyaa dengan Ilmu kalam ,ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam .Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq)terhadap Ilmu tauhid atau Ilmu Kalam, menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku .dengan demikian ,maka Ilmu Tasawuf merupakan penyempurna Ilmu Tauhid jika dilihat bahwa Ilmu Tasawuf merupakn sisi terapan rohaniyah dari Ilmu Tauhid .

Ilmu Kalam pun berfungsi sebagai pengendali Ilmu Tasawuf . oleh karena itu jika timbul suatu aliran ataupun kepercayaan yang bertentangan dengan aqidah Islam, atau muncul suatu kepercayaan yang tidak sesuai dengan Al-qur’an dan Hadits, atau tidak pernah diriwayatkan oleh para Ulama-Ulama yang sholeh, atau keluar dari sesuatu yang dianggap baik oleh Islam dalam penerapanya dimasyarakat (Bid’ah hasanah) .maka merupakan suatu penyelewengan .karena didalam pembagianya, sesuatu yang baru (Bid’ah) itu terbagi menjadi dua Hasanah dan Dholalah jika sesuatu yang baru muncul ,dan dianggap baik oleh agama ,maka masuk didalam pembagian Bid’ah Hasanah ,dan jika muncul sesuatu yang baru ,dan tidak dianggap baik oleh agama maka masuk masuk dalam pembagian Bid’ah Dholalah ,dan itu merupakan suatu penyelewengan .

Selain itu ilmu Taswuf memiliki fungsi sebagai pemberi kesadaran spiritual dalam perdebatan-perdebatan ilmu Kalam ,sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam didalam dunia Islam ,cenderung menjadi sebuah Ilmu yang mengandung muatan rasional ,disamping muatan Naqliyah .Dan hal ini jika tidak diimbangi dengan kesadaraan spiritual ,maka Ilmu Kalam bisa bergerak kea rah yang lebih liberal dan Independen ,disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberikan muatan spiritual ,terhadap pemikiran yang kering dari kesdaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah  (hati).

Dalam pengamalanya Ilmu Tasawuf memiliki pengaruh yang besar dalam ketauhidan misalnya ,jika seseorang tidak memiliki rasa sabar ,maka muncullah sifat sombong ,jika sifat syukur tidak ada ,maka muncullah sifat kufur ,dan sebagainya ,jika seperti ini yang terjadi , lahirlah kegelapan sebagai reaksi dari sifat-sifat tsb .Begitu juga Ilmu tauhid ,dapat memberikan kontribusi kepada ilmu Tasawuf .Misalnya jika cahaya Ilmu tauhid telah lenyap, akan timbul penyakit-penyakit qolbu ,semisal ujub ,riya’ congkak ,dengki ,hasud ,sombong dan sebagainya .Andaikan manusia sadar bahwa semua yang ada dalam kehidupanya ini adalah pemberiaan Allah ,niscaya tidak akan ada sifat sombong ,congkak ,dan penyakit-penyakit qolbu yang lainya .Kalau saja seorang manusia tahu posisi penghambaan dirinya kepada Allah ,maka tidak akan ada rasa sombong ,kalau saja Dia sadar bahwa Dia betul-betul merupakan Hamba Allah  ,niscaya tidak akan ada perebutan kekuasaan .Dan kalau saja manusia sadar bahwa Allah lah yang pencipta segala sesuatu ,niscaya tidak akan ada sifat Ujub dan riya’ .

Dari sinilah kita dapat mengetahui bahwa Ilmu Tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju pengenalan kepada  Allah bagi Kaum Sufi .Dengan Ilmu Tasawuf , semua persoalan yang ada dalam kajian Ilmu Tauhid ,akan terasa lebih bermakna ,tidak fakum tetapi lebih dinamis dan aplikatif .

Maka dari itu mempelajari Ilmu tasawuf adalah sesuatu yang sangat baik ,dan bahkan dibutuhkan untuk pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah s.w.t.

Asal Mula Nama Tasawuf.

Sesungguhnya inti dari ajaran Islam yang benar adalah ,mengikuti apa yang dibawa oleh Junjungan dan Penghulu Kita Nabi besar Muhammad s.a.w. ,ajaran yang datang dari Allah s.w.t. dengan memperhatikan dan mengimaninya ,dan ajaran-ajaran Islam dari Rasululllah s.a.w. telah disampaikan kepada Kita ,oleh para Sahabat-Sahabat Beliau yang telah mengambil Ilmu Syareat dari Nabi Muhammad s.a.w. ,dan begitu pula orang-orang yang telah mengambil Ilmu syareat dari mereka (para Sahabat) ,yang telah mengikuti mereka ,dan hidup satu masa dengan mereka ,yang menamakan mereka dengan At-tabi’in .

Mereka adalah  orang-orang yang berteman orang-orang yang telah menemani Rasulullah s.a.w. dalam masa Beliau ,dan mereka telah mendapatkan warisan Nabi ,yang berupa ilmu syareat . lalu para Taabi’in mengambil ilmu dari mereka ,kemudian mereka membukukan Ilmu-ilmu Syareat tsb ,kemudian para Ulama-ulama setelah mereka mengambil sebahagian Ilmu syareat itu secara Khusus .


Diantara mereka ada yang mengambil secara Khusus ilmu Hadits Nabawiyah ,hingga menjadi seorang  Ahli Hadits (al-Huffadz) ,dan ada pula yang khusus mengambil Ilmu Alat , seperti ilmu Nahwu ,Sorof dan Balaghah .ada yang mengambil secara khusus Ilmu Tafsir , Fiqih ,Tarbiyah ,Suluk dan Amal .Dan Ilmu-Ilmu yang telah diambil tersebut telah dibukukan dan dinamakan dengan istilah yang bermacam-macam  .

Orang yang Ahli di dalam Ilmu hadits disebut dengan Istilah Muhaddits ,yang Ahli dalam Ilmu Nahwu disebut Nahwiiy ,yang Ahli dalam Ilmu tafsir disebut Mufassir ,yang Ahli dalam Ilmu Fiqih disebut Faqih ,dan yang Ahli dalam Ilmu Tarbiyah dan mencari jalan menuju Allah ,disebut dengan Istilah Sufy .

Dan semua nama-nama ini tidak ada sebelumnya pada zaman Rasulullah s.a.w. ,dan itu semua hanyalah Istilah-istilah atau nama-nama untuk Ilmu syareat yang dibawa oleh Baginda Besar Nabi Muhammad  s.a.w. ,dan setiap orang yang menamakan dirinya dengan nama-nama tsb ,maka Dia tidak keluar dari agama Islam .Dan tidaklah setiap nama atau sifat yang tidak ada didalam Al-qur’an atau didalam hadits ,tidak diperbolehkan atau diharamkan untuk memakainya sebagai nama ,akan tetapi  diperbolehkan secara syareat ,bahkan Allah telah menamakan orang-orang muslimin di dalam Alqru’an dengan sebutan yang bermacam-macam diantaranya (As-sabiqiin ,Al-Muqarrabiin ,As-shodiqin ,As-syuhadaa’ …) dan setiap nama-nama tsb mempunyai kata asal Isytiqaq (mausuu’ah yususfiyah.9-10)

Dan inilah pendapat para Ulama-Ulama dalam mengartikan Ilmu tasawuf :

قال القاضي شيخ الإسلام زكريا الأنصاري رحم الله تعالى ( التصوف علم يعرف به أحوال تزكية النفوس وتصفية الأخلاق وتعمير الظاهر والباطن لنيل السعادة الأبدية ) هامش الرسالة القشيرية
Al-Qadhi As-Syeich Zakaria Al-Anshari berkata :Ilmu tasawuf adalah ilmu yang dapat menunjukkan keadaan bersihnya hati seorang manusia ,dan penjernihan perilaku ,dan menggerakkan dhahir dan bathin (tubuh dan hati) untuk beribadah kepada Allah s.w.t. untuk meraih kebahagiaan yang abadi (Hamisy Risalah Al-Qusyairiyah)

وقال معروف الكرخي : (التصوف الأخذ بالحقائق واليأس مما في أيدي الخلائق )عوارف المعارف 313
Ma’ruf Al-Kurkhi berkata : Ilmu  tasawuf adalah ,mengambil kebenaran seluruh ajaran syareat dan berputus asa dari pengharapan terhadap makhluk .

Disebutkan Ilmu tasawuf dinisbatkan kepada pakaian Suuf (wool) ,dikarenakan dahulu orang-orang Sufi sangat gemar memakainya ,dan itulah bentuk ciri khas mereka .
Dikatakan kalimat Sufi diambil dari kata As-Saff ,yang berarti barisan ,karena mereka adalah orang yang berada di barisan Saff  pertama dihadapan Allah s.w.t. ,dengan tingginya semangat dan tujuan mereka untuk mendekat kepada Allah .
Dikatakan terambil dari kata As-soffah ,nama suatu kelompok para sahabat Rasulullah s.a.w. ,dinamakan dengan sebutan Sufi karena Dia cenderung mengikuti mereka , sebagaimana yang disebutkan oleh Allah : Dan bersabarlah dirimu bersama orang-orang yang berdoa memohon kepada Tuhan mereka….dan dari sini ditemukan bahwa kalimat Sufi bukan terambil dari bentuk kalimatnya ,akan tetapi terambil dari maknanya ,karena Ashabu As-Soffah ,mereka adalah generasi pertama dari golongan kelompok Tasawuf , karena kehidupan mereka murni Ibadah kepada Allah s.w.t ,dan mereka adalah contoh yang tinggi bagi orang-orang yang mengikuti ajaran Tasawuf yang datang setelah masa-masa setelahnya .

Dikatakan juga terambil dari kata Assuufah ,karena orang yang Sufi dan mengabdikan dirinya kepada Allah ,bagaikan kain yang terhampar tidak memiliki kekuatan sedikitpun di hadapan Allah dalam menerima ketentuan dari Nya .Al-Imam Qusyairy berkata : tidak ada bukti yang pasti bahwa nama ini terambil dari salah satu kalimat atau kata tertentu di dalam Bahasa Arab ,dan yang lebih jelas ,kalimat Tasawuf seperti suatu julukan (laqab) ,yang tidak ada kata asalnya ,dan digunakan sebagai nama bagi orang-orang yang berada di dalam kelompok ini ,untuk membedakan dari kelompok yang lain   (mausuu’ah yususfiyah..11)

Ilmu Tasawuf Dan Perkembanganya.

Diantara perkara-perkara yang membebani pikiran masyarakat Muslimin pada zaman mulai munculnya ilmu Tasawuf adalah ,banyaknya orang-orang yang terkenal sifat wara’ dan taqwanya  ,tidak menemukan di dalam Ilmu Kalam sesuatu yang dapat memenuhi kepuasan hati mereka ,yang merasakan cinta yang besar kepada Allah ,lalu mereka menempuh jalan melalui Zuhud ,dan menjauhkan diri dari dunia serta  menghabiskan umur di dalam Khidmah pada Allah .semata-mata untuk memperoleh kecintaan Allah ,dan saat itu pula mereka dinamakan dengan orang-orang Sufi  .(Tarikh al-islam ./3.220)

Orang yang pertama kali menggunakan nama Sufi adalah Abu Hasyim ,seseorang yang dilahirkan i kota Kuufah ,dan menghabiskan sebagian besar usianya di negeri Syam , dan meninggal dunia pada tahun 150 H.

Dan Orang yang pertama kali memberikan pengertian tentang Ilmu Tasawuf dan menjelaskanya adalah ,Dzunn Nun Al-Misry yang meninggal pada tahun (245 H) ,murid dari Imam Malik ,sedangkan yang menjabarkanya dan merincikanya serta menyebar luaskan , adalah Al-Junaid Al-baghdady yang wafat pada tahun (334 H) .

Kalimat Tasawuf adalah sebuah Julukan yang digunakan sebagai Istilah oleh sebagian besar orang ,yang diberikan kepada seorang Muslim yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah ,dan diantara orang yang diketahui menerapkan Ilmu Tasawuf ,di masa permulaan Islam adalah ,Abu Dzar al-Ghiffari R.A. ,dan saat itu , hanya Dialah seorang yang menggunakan sifat seorang Sufi ,diantara sekian banyak shabat Rasul yang lain .Hidup sendiri dan Meninggal dalam keadaan sendiri , sebagaimana yang telah di kabarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ,dan diantara mereka Sayyidina Hudzaifah Ibn Al-Yaman dan Sayyidina Salman Al-Farisi ,mereka adalah orang-orang yang  hidup dengan memakan hasil jerih payah sendiri .

Kemudian datang setelah mereka Al-Hasan Al-Bashry yang memberikan nasehat-nasehat dan petunjuk bagi manusia menuju Allah s.w.t. ,dan telah mengambil ilmu darinya orang-orang yang besar yang dikenal didalam Ilmu Tasawuf ,diantaranya adalah Malik ibn Dinar , lalu datang setelahnya Ibrahim ibn Adham ,kemudian Al-Junaid Alqusyairy ,Dzun Nuun Al-Misry .

Dan pokok ajaran dari Ilmu Tasawuf adalah , Aqidah (keyakinan) yang benar , Akhlak yang baik ,Mujahadah dan Da’wah .sedangkan sebagai sumber dan kekuatanya adalah Islam Iman dan Ihsan yang berlandaskan Muraqabah (kewaspadaan) ,Musyahadah (menyaksikan) dan Mutaba’ah mengikuti Al-Qur’an dan As-sunnah ,dan tujuanya adalah menghilangkan dari hati semua sifat-sifat yang buruk ,dan mengisinya dengan kebaikan melalui cara dan  jalan Taat kepada Allah dan Rasulnya ,melawan hawa nafsu ,serta memperbaiki hati dan mengutamakan orang lain .

Para pengikut ajaran yang mulia ini telah melalui beberapa masa ,di dalam penamaanya dengan nama-nama yang tertentu ,hingga akhirnya ditetapkan dengan nama tasawuf .hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syeich Abu Al-Qasim Al-Qusyairy di dalam kitabnya yang sudah banyak dikenal Risalatul Qusyairiyah : Ketahuilah wahai saudaraku yang dimuliakan Allah ,bahwa orang-orang muslimin setelah Rasulullah s.a.w. ,para orang-orang Mulia diantara mereka tidak pernah menggunakan nama bagi diri ataupun kelompok mereka dengan nama tertentu ,kecuali hanya satu nama ,yaitu As-sohabah dan ketika datang generasi kedua ,maka dinamakan orang-orang yang berteman dan Hidup dengan salah seorang dari Sahabat Rasulullah s.a.w. dengan sebutan At-tabi’in . dan mereka menganggap itu adalah suatu nama yang paling mulia diantara sebutan dan nama-nama yang lain . Kemudian orang-orang setelah mereka disebut dengan Tabi’i at-tabi’in (para pengikut Tabi’in) ,lalu tingkatan-tingkatan mereka berbeda dan tampak pada masing-masing orang .Orang yang mempunyai perhatian khusus dan lebih terhadap agamanya ,mereka disebut dengan Az-Zuhhad (orang-orang yang Zuhud) dan Ubbad (orang-orang yang ahli Ibadah) ,setelah itu muncullah hal-hal yang baru ,dan ppengakuan-pengakuan diantara kelompok-kelompok ,setiap kelompok mengaku bahwa mereka adalah orang-orang Zuhhad maka orang-orang dari Ahlu As-Sunnah yang memperhatikan hubungan mereka dengan Allah  ,yang selalu menjaga hati-hati mereka dari kelalaian kepada Allah ,menamakan Ilmu dan perilaku mereka dengan sebutan Tasawuf , dan nama ini menjadi berkembang dan dikenal bagi mereka orang-orang yang mulia ,di masa dua ratus tahun setelah Hijriyah .

Dan yang pertama kali membangun dan mendirikan ajaran Tasawuf ,sebagian dari para Sahabat Abdul wahid ibn Zaid ,yang merupakan salah satu dari sahabat Imam Al-hasan Al-bashry .Dia hidup di kota Bashrah dengan Zuhud ,Ibadah dan rasa takut yang tinggi kepada Allah ,dan sifat-sifat baik semacam itu ,yang tidak ada dimiliki oleh manusia pada umumnya ,dan Al-allamah Muhammad Karad yang semoga dimuliakan Allah Dia berkata : orang yang pertama kali menggunakan nama sebagai seorang Sufiy dari kalangan Ahlu ssunnah  adalah Abu Hasyim As-shufi ,yang meninggal pada tahun 150 H. Dia adalah seorang ahli Ibadah ,yang mampu berkata-kata dengan baik dan mahir dalam brsya’ir ,seperti yang telah disebutkan oleh para Huffadh ,semisal Hasyim al-awqas dan Soleh ibn Abdullah Al-Jalil (Al-islam wal hadharah al-arabiyyah.2/31)

Pada Hakekatnya Ilmu tasawuf ini bisa juga disebut dengan Tazkiyah An-nafs ,seperti yang sudah difirmankan Allah s.w.t. :
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya).
atau bisa disebut dengan nama Al-ihsan atau Ilmu untuk membersihkan hati dan Akhlak
قال القاضي شيخ الإسلام زكريا الأنصاري رحم الله تعالى ( التصوف علم يعرف به أحوال تزكية النفوس وتصفية الأخلاق وتعمير الظاهر والباطن لنيل السعادة الأبدية ) هامش الرسالة القشيرية ص7
akan tetapi Kita tidak bisa untuk memisahkan Ilmu ini dari istilah asalnya “Tasawuf” , karena Istilah dan nama inilah yang kita temukan di dalam sejarah ,dan lebih dikenal dikalangan manusia dari pada sebutan yang lainya .

Dan merupakan sesuatu yang mengherankan ,bahwa orang-orang yang menentang ajaran Tasawuf ini adalah mereka yang datang setelah abad ke enam dari Hijriyah ,adapun orang-orang yang hidup dizaman orang-orang Ahli Tasawuf yang mendirikanya ,mereka tidak menentang ajaran tasawuf ,justru mereka menyaksikan dan memastikan bahwa Ahli tasawuf adalah orang-orang yang berjalan diatas ajaran yang benar ,dan berada didalam cahaya serta petunjuk Allah s.w.t.


Dr Ahmad Alusy berkata : terkadang sebagian orang bertanya-tanya tentang sebab tidak munculnya nama atau istilah ini kecuali setelah masa para Sahabat dan Tabi’in ? maka jawaban dari pertanyaan tsb adalah ,pada masa-masa pertama keislaman ,perkara semacam itu tidaklah dibutuhkan ,sebab mereka adalah orang-orang yang bertaqwa dan sifat wara’ yang tinggi ,orang-orang yang dengan sepenuh hati menjalankan perintah Allah , dan orang-orang yang Ahli Ibadah ,dengan dorongan keinginan yang murni dan tabia’at dari diri mereka ,dan secara langsung mereka adalah orang-orang yang mempunyai hubugan dekat dengan Rasulullah s.a.w. ,mereka adalah orang-orang yang berlomba-lomba untuk mengikuti Rasulullah s.a.w. didalam keseluruhan kehidupan mereka ,maka tidak dibutuhkan sesuatu untuk membimbing mereka dalam suatu ilmu ,yang mereka sudah melaksanakanya dengan pasti ,perumpamaan mereka adalah seperti perumpamaan orang Arab asli ,yang mengetahui bahasa arab melalui warisan dari datuk-datuk mereka ,hingga mereka fasih dalam bersajak ,bersyair ,dan membikin kata-kata yang sangat indah ,tanpa mengetahui qaidah di dalam bahasa arab .

Begitu pula para Sahabat dan Tabi’in ,walaupun mereka tidak menamakan diri mereka sebagai ahli tasawuf ,mereka adalah orang-orang yang berperilaku layaknya orang sufi sebenarnya ,walaupun mereka tidak memakai nama Tasawuf .

Dan tidak ada yang dimaksudkan didalam ilmu Tasawuf kecuali adalah ,kehidupan seseorang untuk Tuhanya ,bukan untuk dirinya ,dan merasakan kenikmatan hidup dengan Zuhud dan Ibadah ,dan menghadap kepada Allah dengan ruh dan hatinya ,didalam semua waktu dan kesempurnaan-kesempurnaan amalan yang baik ,sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat dan Tabi’in untuk naiknya ruh menuju derajat yang tinggi dan mulia , maka tidaklah cukup bagi mereka hanya dengan mengakui keyakinan dan keimanan dan menjalankan kewajiban-kewajiban perintah Islam ,akan tetapi mereka menyertainya pengakuan iman itu dengan tadzawuq (merasakan) serta menemukan keimanan mereka , mereka juga menambahkan amalan-amalan Ibadah Sunnah yang dianjurkan Rasulullah s.a.w. ,dan menjauhkan diri dari perkara yang makruh ,terlebih-lebih perkara-perkara yang Haram ,hingga dengan itu semua mata batin mereka bersinar dan muncul sumber-sumber hikmah dari hati-hati mereka .Dan begitu pula yang dilakukan oleh para Tabi’in ,dan Tabi’i at-tabi’in .dan tiga generasi inilah paling bagusnya generasi didlam Islam secara muthlak , dan kabar itu telah disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. di dalam haditsnya : sebaik-baik masa adalah masaku ini ,lalu masa yang sesudahnya dan masa yang sesudahnya .

Ketika zaman berkembang ,banyak yang mulai mengenal islam lalu orang-orang dari berbagai macam tempat mulai memeluk Islam  ,bermacam-macam orang yang datang mengenal Islam ,dan seiring berkembangnya Ilmu islam menjadi luas ,dan terbagi pembahasanya diantara para Ahli ilmu ,maka setiap ahli ilmu mulai membukukan setiap ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan , dan menyempurnakanya melebihi dari yang lainya .Lalu muncullah di tahun pertama setelah pembukuan Ilmu Fiqih setelah ilmu nahwu, Ilmu Tauhid ,Usul Ad-diin ,Ilmu Hadits ,Tafsir ,Mantiq ,Mustholah Al-Hadits ,Ilmu Faraidh dan yang lainya .

Kemudian setelah masa itu ,terjadi pada kebanyakan orang ,pengambilan ilmu dengan cara rouhaniyah (perasaan hati) mulai berkurang ,dan kebanyakan manusia saat itu melupakan pentingnya menghadap kepada Allah dengan jalan Ibadah ,niatan hati serta himmah (semangat) yang tinggi ,seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang Ahli Ibadah dan Zuhud dalam mengamalkan sesuatu yang muncul dari pikiran mereka , untuk membukukan Ilmu Tasawuf dan menetapkan kemulianya diantara Ilmu-ilmu yang ada , tanpa ada keinginan dari mereka untuk melalaikan kelompok yang lain dalam membukukan ilmu-ilmu mereka ,seperti yang sudah disangkakan oleh sebahagian orang ,bahkan langkah mereka (ahli tasawuf) adalah untuk menguatkan dan menyempurnakan keperluan agama dari semua arah yang harus ditempuh agar saling membantu didalam kebaikan dan taqwa .
Sejarah Munculnya Ilmu Tasawuf

Adapun perjalan sejarah munculnya Ilmu tasawuf ,sebagaimana diketahui didalam fatwa Al-Imam Al-hafidh as-sayyid Muhammad Sodiq Al-Gumary ,Ia telah ditanya tentang siapa yang pertama kali mendirikan Ilmu tasawuf ? apakah dengan wahyu yang turun dari atas langit (samawi) ?

Lalu Ia pun menjawab ,Adapun yang pertama kali mendirikan thariqah Ilmu Tasawuf , ketahuilah terlebih dahulu bahwa thariqah ilmu tasawuf ini telah didirikan melalui wahyu samawi dari bahagian agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad ,karena tanpa diragukan lagi kepastianya ,ilmu tasawuf ini merupakan Maqam Al-Ihsan yang merupakan salah satu rukun agama yang tiga ,yang telah disebutkan oleh nabi s.a.w. setelah menjelaskan satu persatu tentang masalah agama ,dengan perkataan Beliau “ini adalah Jibril a.s. yang telah datang pada kalian untuk mengajarkan agama kalian” .dan yang dimaksudkan adalah Maqam Islam Iman dan Ihsan ,maqam Islam adalah bentuk Taat dan Ibadah ,maqam Iman adalah Nur (cahaya) hidayah dan aqidah ,dan maqam Ihsan adalah bentuk muraqabah (pengawasan) dan muraqabah (penyaksian )…”engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya ,jika engkau tak mampu melihatnya maka sesungguhnya Dia (Allah) melihatmu . 

Lalu Sayyid Muhammad Sodiq Al-Ghumary berkata didalam tulisanya tsb : maka sebagaimana disebutkan didlama Hadits ,Agama adalah Ibarat dari adanya tiga rukun…Islam Iman dan Ihsan .siap yang tidak mempunyai maqam ini (Ihsan) didalam agamanya ,maka agamanya dipastikan berkurang (tidak sempurna) ,karena meninggalkan salah satu daripada rukunya . dan puncak daripada segala cara (thariqah) ,serta tujuanya adalah mencapai maqam Al-Ihsan setelah penyempurnaan Islam dan Iman . (al-aintishar li thariq as-shufiyah . hal 6)

Pendapat Ibn Kholdun

Ibnu Kholdun berkata :

وقال ابن خلدون في تعريف التصوف : العكوف على العبادة والانقطاع إلى الله تعالى والإعراض عن زخرف الدنيا والزهد فيما يقبل علية الجمهور من لذة ومال وجاه والانفراد عن الخلق في الخلوة للعبادة )مقدمة ابن خلدون دار القلم ص 467
Fokus didalam Ibadah ,dan memusatkan segala sesuatunya menuju Allah s.w.t. ,berpaling dari keindahan Dunia dan perhiasanya , berzuhud atas kelezatan serta ni’mat Duniawi dan jabatan , seperti apa yang dirasakan oleh kebanyakan manusia ,dan mengasingkan diri dari kesibukan dengan manusia ,berkholwat untuk memperbanyak Ibadah kepada Allah s.w.t.

Ilmu Tasawuf ini merupakan Ilmu Syari’at  yang baru didalam agama Islam ,dan asal mula dari ilmu mereka (ahli tasawuf) masih berada didalam jalan salaf As-soleh yang terdahulu dan pada jalan para Sahabat yang mulia dan Tabi’in ,dan orang-orang setelah mereka yang berada didalam jalan yang benar dan Hidayah dari Allah .

Dan hal semacam itu sudah menjadi kebiasaan dikalangan para Sahabat dan Salaf . ketika kecintaan terhadap dunia dan keinginan meraihnya sudah meluas dihati manusia pada abad ke dua dan stelahya ,hingga mereka mencampur adukkan dunia dengan agama .maka orang-orang Ahli Ibadah membentuk kelompok baru yang menamakan dengan Istilah Sufi atau orang-orang yang menempuh jalan ilmu Tasawuf . (Muqaddimah Ibn Kholdun…Ilmu at-tasawuf .329)

Cukup kiranya untuk Kita ,Ibarat yang yang terakhir dari perkataan Ibnu Kholdun sebagai dalil ,bahwa munculnya ilmu tasawuf dan orang-orang Sufi disebabkan karena banyaknya manusia yang terbuai pada kehidupan dunia dan mencampur adukkan dalam kehidupan mereka , pada masa abad ke dua dari hijriyah .sesungguhnya langkah yang seperti itu telah menarik orang-orang yang baik kedalam Ibadah yang lebih sempurna ,dalam sebuah nama yang membedakan mereka dari kebanyakan manusia yang telah dilalaikan oleh dunia yang fana .

Maka dari tulisan diatas ,telah kita ketahui dengan jelas ,bahwa ilmu tasawwuf bukanlah suatu ilmu yang baru ,akan tetapi ilmu yang mengambil dari sejarah kehidupan Rasulullah s.a.w. dan para Sahabat-Sahabat Beliau yang mulia ,sebagaimana juga Ilmu ini bukanlah Ilmu tidak menerapkan dan mengambil ajaran Islam ,seperti yang dituduhkan oleh musuh-musuh islam dari orang-orang orentialis dan para pengikutnya yang telah memunculkan nama yang baru ,hingga mereka menisbatkan nama tasawuf kepada pemikiran para pendeta-pendeta dari agama Buda ,Nasrani , serta para pemuka agama  dari Hindu .Hingga mereka mengatakan bahwa ada ilmu tasawuf dan orang-orang Sufi  lain dari agama Hindu ,Nasrani dan Budha ataupun yang berfaham Persia…

Mereka berkeinginan untuk menjelekkan nama Tasawuf dengan berbagai cara ,dan menuduh Ilmu tasawuf didalam perkembanganya ,kembali pada ajaran asal mula ilmu yang kuno (lama) pemikiran bangsa Yunani ,begitu pula dari pemikiran falsafat yang tersesat . akan tetapi seorang muslim tidak terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran yang menipu dan menyesatkan tsb ,dan permasalahan itu menjadi jelas didalam pembahasan yang benar ,maka ilmu tasawuf merupakan bentuk pengamalan didalam Islam .(haqaiq At-tasawuf hal..19-25)

Pondasi Utama Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf islam .adalah Ilmu yang sangat mulia kedudukanya ,dan mempunyai dalil yang kuat ,bahwa ilmu ini adalah Ilmu yang berkembang dan tumbuh murni dari ajaran islam ,oleh sebab itu ilmu tasawuf adalah salah satu diantara perantara (wasilah) yang suci  untuk mendapatkan kebehagiaan dunia dan akherat ,ilmu tasawuf adalah obat bagi orang yang sakit dari penyakit-penyakit hati .dan ajaran yang dapat membersihkan hati dan mensucikan ruh ,merupakan cerminan dari kehidupan rouhaniyah islamiyah ,yang mana pondasinya adalah mengisi hati dengan keutamaan dan kebaikan dan merasakan kenikmata nya ,serta menjauhkan hati dari sifat-sifat kotor yang hina ,agar Ruh (jiwa) menjadi suci dan menjadi mulia dengan mengikuti Nabi Muhammad s.a.w. dan para Sahabat Beliau yang mulia .

Dan tujuan yang paling utama diantara tujuan-tujuan ilmu tasawuf yang lainya adalah lima hal (qaidah) :

1-Kebersihan hati dan menjaganya.
2-Mengharap keridloaan Allah
3-Berpegang teguh dengan sifat orang yang faqir (membutuhkan kepada Allah) dan
menunjukkan kelemahanya.
4-Mengisi dan mengarahkan hati untuk memberikan sifat cinta dan kasih sayang .
5-Menghias diri dengan akhlak yang baik ,sebagaimana yang diperintahkan  kepada Nabi
agar menyempurnakanya .lima hal inilah yang menjadi asas utama didalam ilmu Tasawuf,
yang nanti Insyaallah akan kita bicarakan satu demi satu .

Keterangan…
Qaidah yang pertama :kebersihan hati dan penjagaanya ,maksudnya bahwa siapa saja yang ingin masuk kedalam jalanya orang-orang Muqarrabin ,untuk menyiapkan jawaban atas pertanyaan dari Allah s.w.t. ,maka hendaklah Dia menhitung amalanya sebelum diperhitung kan  oleh Allah ,dan menimbang amalanya sebelum ditimbang oleh Allah dengan timbangan akherat ,serta membersihkan hati dan jiwanya dari kotoran-kotoranya dan sifat was-wasnya Sayyidina Umar berkata : perhitungkanlah amal kalian sebelum Allah menghisabnya ,dan timbanglah amalan kalian sebelum ditimbang diakherat.

Qaidah yang ke dua :berharap keridloan Allah ,maksudnya adalah ,seorang yang menempuh jalan tasawuf ,harus betul-betul berharap keridloan Allah s.w.t.didalam setiap ucapan dan perilakunya ,mencuci hatinya dengan “air ikhlas” hanya karena Allah s.w.t. Allah s.w.t. berfirman :

Artinya : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya”  

Artinya : padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi.

Qaidah yang ke tiga : berpegang teguh dengan sifat kefaqiran (al-faqru), dan menampakkanya dihadapan Allah (Al-iftiqar) ,yang dimaksudkan adalah tidak mencintai dunia ,menjauhkan diri dari segala keindahan dan perhiasanya dengan sepenuh hati , dari segala hal yang dapat menyibukkan dan melalaikanya dari Ibadah kepada Allah ,karena sesungguhnya sifat faqir adalah bukti dari kelemahan ,yang merupakan alat untuk pemutus tali antara seorang hamba dan setan , hingga menjadi menjadi tenang untuk beribadah kepada Allah dengan sebenarnya ,dan hilangnya sifat kesombongan dan menebarkan perusakan diatas bumi ,perkara inilah yang menyebabkan seseorang naik pada tingkatan rouhaniyah yang lebih tinggi ,jauh dari sifat kemanusiaan yang buruk dan kotor .

Adapun Al-iftiqar ,maksudnya adalah melepaskan diri dari kehidupan dunia dan semua perhiasanya ,agar sepenuhnya bertaqwa kepada Allah s.w.t. ,dan mengetahui dengan sebenarnya ,bahwa tidak ada daya ataupun upaya dan pemberian kecuali dari Allah s.w.t. ,dengan meminta kemurahan dari Allah s.w.t. melalui Ibadah dan bermunajat .Dan itulah pencak Ikrar (pengakuan) Ibadah (penghambaan) kepada Allah ,yang merupakan inti daripada Ilmu Tasawuf dan Akidah Iman .dan Intisari dari itu semua diIbaratan dalam perkataan “kefaqiran adalah asas (pondasi) ilmu tasawuf dan kekuatanya ,dan menerapkan Ilmu tasawuf serta keadaan ahli tasawuf dalam kehidupan ,harus dengan kefaqiran ,dan Zuhud terhadap kehidupan Dunia beserta keindahanya ,dengan arti Dunia hanya ada di tanganya bukan didalam hatinya ,menjadikan apa yang disisi Allah lebih diharapkan daripada apa yang Dia miliki .

Disebutkan bahwa As-sahrurdi berkata di dalam kitabnya ,tentang kisah Dzun nuun Al-misry yang perlu diperhatikan , Dzun Nuun Al-Mishry berkata :Aku melihat seorang wanita di sebagian desa yang berada dipinggiran negeri Syam ,Aku bertanya kepadanya : dari mana kamu datang ? Dia menjawab : lalu Dia menjawab : Aku datang dari kaum yang….
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya .

Lalu Aku berkata kepadanya : Kamu hendak pergi kemana ?
Artinya :
Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah.(An-nuur 37)…disebutkan didalam Kitab Awarif Al-maarif)

Bukankah sangat pantas sekali jika kita memperhatikan dua jawaban yang diatas , agar kita mengetahui bagaimana kosongnya hati mereka (kaum yang soleh) dari kotoran hati dan keburukan nafsu dan syahwat ,juga Kita ketahui semangat dan ketulusan hati mereka menempuh jalan menuju Allah ,dan lebih mendahulukan kepentingan Allah (ibadah) daripada kepentingan mereka ,hingga hati mereka tidak akan tergerak ,kecuali kepada Allah, lepas dan kosong dari ikatan yang diinginkan jasad ,yang akan merusak dan mengotori kehidupan seorang manusia didalam Ibadahnya kepada Allah s.w.t.

Qaidah yang ke empat : memenuhi hati dengan rasa kasih sayang dan cinta ,sudah semestinya bagi seorang Sufi memberikan kecintaan pada setiap orang muslim,dan memberikan haknya sebagai seorang muslim dengan cara memuliakan dan menghormati  mereka ,jika Aqidah ini sudh kuat didalam hatinya dan Ia mampu istiqamah mengamalkanya ,maka Allah akan memberikan cahaya rahmatnya ,dan menjadikan Ia mampu merasakan indahnya keridhaan yang diberikan oleh Allah ,saat itulah Ia menerima keberuntungan yang besar atas apa yang diwariskan oleh para Nabi dari sifat cinta dan ridla ,Allah berfirman didalam Alqur’an :
Artinya : dan tidaklah Aku mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta (Q.S.Al-Anbiya’)
 قال سيدنا ابو بكرألصديق رضي الله عنه: (لا تحقر احدا من المسلمين فإن حقير المسلمين عندالله عظيم)
“jangan engkau pandang hina seorangpun dari muslimin ,karena paling rendahnya seorang
muslim ,mulia dimata Allah”

Qaidah yang ke lima : Menghias diri dengan akhlak yang baik ,akhlak yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasulullah s.a.w. untuk menyempurnakanya.(Mausuu’ah yusufiyah 18-20)

Dan qaidah yang terakhir inilah yang merupakan inti ajaran dan ruh sesungguhnya bagi perilaku (akhlak) orang-orang Sufi .menjadi seorang yang penuh dengan kasih sanyang dan rasa cinta kepada keluarga ,kerabat dan juga semua masyarakat muslimin ,Allah s.w.t. berfirman :   وقولوا للناس حسنا Dan berkatalah baik kepada setiap manusia (Q.S.Al-baqarah ).
(Mausuu’ah Yusufiyah.20)

Disebutkan dalam atsar..bahwa sifat orang-orng penghuni surga adalah orang-orang yang bersifat lembut penuh ,kasih sayang ,dekat dengan hati semua orang ,dan penduduk neraka adalah orang-orang yang keras hati dan jauh dari keluarga dan kerabatnya).Dan Allah memperlakukan hambanya sesuai dengan sifat dan akhlak yang Dia miliki .

Disebutkan didalam hadits Qudsy Allah s.w.t. berfirman :
يابن آدم مرضت فلم تعدني ؟قال يارب كيف اعودك وانت رب العالمين؟! قال اماعلمت ان عبدي فلان مرض فلم تعده،اماعلمت انك لوعدته لوجدتني عنده، يابن آدم استطعمتك فلم تطعمني؟ قال يارب كيف اطعمك وانت رب العالمين؟ استطعمك عبدي فلان فلم تطعمه اما علمت انك لواطعمته لوجدت ذلك عندي.  يابن آدم استسقيتك فلم تسقني ؟ قال يارب كيف اسقيك وانت رب العالمين ؟قال استسقاك عبدي فلان  فلم تسقه، اما علمت انك لو سقيته لوجدت ذالك عندي (اخرجه مسلم في صحيحه)

Artinya : Wahai manusia diriku sakit dan kamu tidak menjengukku ? Dia berkata ,wahai Allah bagaimana Aku menjengukmu sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam ?Allah berkata : tidakkah engkau tahu bahwa hambaku Fulan sedang sakit ,tapi engkau tidak menjenguknya ,tidakkah engkau tahu ,jika engkau menhjenguknya maka engkau akan mendapatiku disisinya (kerelaanku),wahai manusia Aku meminta makan kepadamu ,tetapi engku tidak memberiku makan ?! Ya Allah ,bagaimana Aku memberimu makan sedangkan engkau Tuhan semesta alam ? hambaku Fulan  meminta makan darimu ,dan engkau tidak memberinya makan ,tidakkah engkau tahu jika engkau memberinya makan maka engkau akan mendapati pahalanya disisiku ,wahai manusia Aku meminta minum padamu ,tapi engkau tidak memberiku minum ! Ya Allah ,bagaimana Aku emberimu minum ,sedangkan engkau Tuhan semesta alam ?hambaku Fulan meminta minum padamu tapi engkau tidak memberinya minum ,tidakkah engkau tahu ,jika engkau memberinya minum ,maka engkau akan mendapati pahalanya disisiku  (H.R.Muslim)

Itulah Hadits Qudsy yang telah terkumpul didlamnya seluruh Akhlak yang baik ,dan sifat yang indah diantara manusia ,inilah undang-undang dan aturan dari Allah  ,yang telah diamalkan oleh orang-orang yang mulia didalam kehidupan Dunia mereka ,siapa pun dari manusia yang mampu hidup dengan mengamalkan ajaran ini , maka keadaan dan perilakunya selalu bersama Allah dalam semua keadaan ,maka tidak lagi memperhatikan siapapun kecuali Allah s.w.t dalam diam dan gerakanya (as-sufiyah wa at-tasawuf 40-42)
Beginilah akhlak dan cara hidup orang-orang Sufi  penuh dengan Tawadu’ (rendah hati) dan sopan santun ,walaupun dengan orang yang membenci mereka ataupun dalam bermuamalah ,semua yang diharapkan hanya keridlaan Allah s.w.t.


 Ditulis oleh: Achmad Sulthan

2. Pengertian Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah


Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)

PENGERTIAN ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

A. Definisi ‘Aqidah

‘Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.[1]

Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.[3]

B. Objek Kajian Ilmu ‘Aqidah[4]  
 
‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyyaat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlul ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.

Disiplin ilmu ‘aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya.

• Penamaan ‘Aqidah Menurut Ahlus Sunnah:
Di antara nama-nama ‘aqidah menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:


1. Al-Iman
‘Aqidah disebut juga dengan al-Iman sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ‘aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagaimana penyebutan al-Iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan hadits Jibril Alaihissallam. Dan para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah ‘aqidah dengan al-Iman dalam kitab-kitab mereka.[5]

2. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id)
Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut ilmu ‘aqidah dengan istilah ‘Aqidah Salaf: ‘Aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab mereka.[6]

3. Tauhid
‘Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena itulah ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama Salaf.[7]

4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut As-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu anhum di dalam masalah ‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga generasi pertama.[8]

5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.[9]

6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[10]

7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[11]

Itulah beberapa nama lain dari ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menamakan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Asy’ariyyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.

• Penamaan ‘Aqidah Menurut Firqah (Sekte) Lain:
Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah (sekte) selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:

1. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mu-takallimin (pengagung ilmu kalam), seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah[12] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupa-kan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.

Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai karena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf dalam menetapkan masalah-masalah ‘aqidah.

2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.

3. Tashawwuf
Istilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pe-namaan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka yang dijadikan sebagai rujukan dalam ‘aqidah.

Penamaan Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Penamaan ini terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.

Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf dipengaruhi oleh kehidupan para pendeta Nasrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pengaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.”[13]

Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuful-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang pertama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas perbedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat beliau Radhiyallahu anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran Tashawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta ke-zuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah, Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilakukan oleh orang-orang Shufi belakangan.”[14]

Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil rahimahullah berkata di dalam kitabnya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaithan telah membuat hamba Allah tertipu dengannya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zoroasterisme, Platoisme, Yahudi, Nasrani dan Paganisme.”[15]

4. Ilaahiyyat (Teologi)
Illahiyat adalah kajian ‘aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala menurut persepsi mereka.

5. Kekuatan di Balik Alam Metafisik
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.

Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli. Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai pengertian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lisaanul ‘Arab (IX/311: عقد) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) t dan Mu’jamul Wasiith (II/614: عقد).
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet. II/ Daarul ‘Ashimah/ th. 1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.
[4]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 12-14).
[5]. Seperti Kitaabul Iimaan karya Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam (wafat th. 224 H), Kitaabul Iimaan karya al-Hafizh Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah (wafat th. 235 H), al-Imaan karya Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabul Iman karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H), رحمهم الله .
[6]. Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th. 449 H), Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 5-6) oleh Imam al-Lalika-i (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqi (wafat th. 458 H), رحمهم الله.
[7]. Seperti Kitaabut Tauhiid dalam Shahiihul Bukhari karya Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitaabut Tauhiid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitaab I’tiqaadit Tauhiid oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitaabut Tauhiid oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitaabut Tauhiid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H), رحمهم الله.
[8]. Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barba-hari (wafat th. 329 H), رحمهم الله.
[9]. Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th. 387 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H), رحمهم الله.
[10]. Seperti kitab al-Fiqhul Akbar karya Imam Abu Hanifah rahimahullah (wafat th. 150).
[11]. Seperti kitab asy-Syarii’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.
[12]. Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalaam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).
[13]. Ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatuth Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan (hal. 18-19).
[14]. At-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir (hal. 50), cet. I/ Idaarah Turjumanis Sunnah, Lahore-Pakistan, th. 1406 H.
[15]. Mashra’ut Tashawwuf (hal. 10), cet. I/ Riyaasah Idaaratil Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...